Menguap adalah tindakan refleks yang terjadi pada semua orang, biasanya dilakukan untuk menghirup udara dalam jumlah banyak dan diikuti dengan pernapasan.
Tindakan refleks ini seringkali dikaitkan dengan stres, kelelahan, terlalu banyak kerjaan, kebosanan dan mengantuk. Menguap juga bisa terjadi bila ada kelebihan karbondioksida atau kelangkaan oksigen dalam aliran darah.
Studi terbaru menunjukkan menguap bukan saja sebagai tanda seseorang ingin tidur. Tapi tujuan menguap untuk mendinginkan otak sehingga dapat beroperasi lebih efisien dan membuat seseorang tetap terjaga.
Tapi kenapa ketika seseorang menguap yang melihatnya juga ikut menguap?
"Kami berpikir penyebab menguap itu menular karena dipicu oleh mekanisme empatik yang berfungsi untuk menjaga kewaspadaan kelompok. Karenanya menguap adalah tanda empati," ujar seorang peneliti Dr Gordon Gallup, seperti dikutip dari BBCNews, Kamis (8/4/2010).
Penyebab lain menularnya menguap karena aktifnya sistem saraf cermin (mirror neurons system) yaitu neuron yang terletak di bagian depan setiap belahan otak vertebrata tertentu.
Ketika menerima stimulus (rangsangan) dari spesies yang sama, maka spesies tersebut juga akan mengaktifkan daerah yang sama di otak. Hal inilah yang menyebabkan seseorang akan menguap jika melihat oang lain menguap.
Sistem saraf cermin ini bertindak sebagai penggerak untuk meniru dan bertanggung jawab terhadap pembelajaran manusia. Karenanya menguap sering dianggap sebagai cabang dari impuls (gerakan) tiruan yang sama.
Jika pusat dari sistem neuron cermin tidak aktif saat melihat seseorang menguap, maka hal ini tidak akan memiliki hubungan dengan keinginan merespons untuk menguap.
Semakin kuat seseorang ingin menguap, maka semakin kuat aktivasi dari bagian otak periamygdalar kiri. Hasil temuan ini merupakan tanda neurofisiologis pertama yang mengungkapkan bahwa menguap bisa menular.
Daerah periamygdalar adalah zona yang terletak di samping amigdala dan struktur bentuknya seperti kacang almond yang terletak jauh di dalam otak.
Aktivasi beberapa bahan kimia yang ditemukan di otak, misalnya, serotonin, dopamin, glutamin, asam glutamat dan oksida nitrat, dapat pula meningkatkan frekuensi menguap. Sedangkan beberapa bahan kimia lain seperti endorfin justru bisa mengurangi frekuensi menguap.
Jika seseorang menguap, maka ada tahapan yang terjadi adalah:
Dimulai dengan mulut terbuka
Rahang bergerak ke bawah
Memaksimumkan udara yang mungkin dapat diambil ke dalam paru-paru
Menghirup udara
Otot-otot perut berkontraksi
Diafragma didorong ke bawah paru-paru
Terakhir beberapa udara ditiupkan kembali.
Beberapa studi menunjukkan manfaat dari menguap yaitu dapat menstabilkan tekanan di kedua sisi gendang telinga atau mirip dengan peregangan, melenturkan otot dan sendi pada tubuh serta meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung.
Menguap Lebih Mudah Menular di Antara Anggota Keluarga atau Teman, Ketimbang dengan Orang yang Tidak Dikenal.
Temuan terbaru mengungkapkan bahwa empati sosial mempunyai peran penting di sini. Para ilmuwan menemukan bahwa menular tidaknya menguap tergantung dari kuat tidaknya ikatan antara orang-orang yang berada di suatu tempat. Anggota keluarga adalah yang paling mungkin untuk memicu penularan menguap ini, diikuti oleh teman-teman, kemudian baru orang asing atau yang tidak dikenal.
Para peneliti dari Italia, seperti dikutip laman Huffington Post edisi 8 Desember 2011, menghabiskan waktu satu tahun untuk merekam menguapnya 109 orang dewasa--53 pria dan 56 wanita--dari seluruh dunia. Partisipan dibagi dalam kategori ‘triggers’ yang lebih dulu menguap serta ‘observers’ yang merespons dengan menguap.
Secara keseluruhan, ada 480 contoh di mana seseorang yang menguap bisa memicu orang lain di dekatnya untuk menguap dalam waktu tiga menit. Kesimpulan dari artikel yang ditulis di jurnal online Public Library Science ONE ini, menurut penulisnya Dr Ivan Norscia dan Dr Elisabeta Palagi dari University of Pisa, “Anggota keluarga adalah pemicu terbesar menguap, baik dari sisi terjadinya maupun dari frekuensi terjadinya.”
Tindakan refleks ini seringkali dikaitkan dengan stres, kelelahan, terlalu banyak kerjaan, kebosanan dan mengantuk. Menguap juga bisa terjadi bila ada kelebihan karbondioksida atau kelangkaan oksigen dalam aliran darah.
Studi terbaru menunjukkan menguap bukan saja sebagai tanda seseorang ingin tidur. Tapi tujuan menguap untuk mendinginkan otak sehingga dapat beroperasi lebih efisien dan membuat seseorang tetap terjaga.
Tapi kenapa ketika seseorang menguap yang melihatnya juga ikut menguap?
"Kami berpikir penyebab menguap itu menular karena dipicu oleh mekanisme empatik yang berfungsi untuk menjaga kewaspadaan kelompok. Karenanya menguap adalah tanda empati," ujar seorang peneliti Dr Gordon Gallup, seperti dikutip dari BBCNews, Kamis (8/4/2010).
Penyebab lain menularnya menguap karena aktifnya sistem saraf cermin (mirror neurons system) yaitu neuron yang terletak di bagian depan setiap belahan otak vertebrata tertentu.
Ketika menerima stimulus (rangsangan) dari spesies yang sama, maka spesies tersebut juga akan mengaktifkan daerah yang sama di otak. Hal inilah yang menyebabkan seseorang akan menguap jika melihat oang lain menguap.
Sistem saraf cermin ini bertindak sebagai penggerak untuk meniru dan bertanggung jawab terhadap pembelajaran manusia. Karenanya menguap sering dianggap sebagai cabang dari impuls (gerakan) tiruan yang sama.
Jika pusat dari sistem neuron cermin tidak aktif saat melihat seseorang menguap, maka hal ini tidak akan memiliki hubungan dengan keinginan merespons untuk menguap.
Semakin kuat seseorang ingin menguap, maka semakin kuat aktivasi dari bagian otak periamygdalar kiri. Hasil temuan ini merupakan tanda neurofisiologis pertama yang mengungkapkan bahwa menguap bisa menular.
Daerah periamygdalar adalah zona yang terletak di samping amigdala dan struktur bentuknya seperti kacang almond yang terletak jauh di dalam otak.
Aktivasi beberapa bahan kimia yang ditemukan di otak, misalnya, serotonin, dopamin, glutamin, asam glutamat dan oksida nitrat, dapat pula meningkatkan frekuensi menguap. Sedangkan beberapa bahan kimia lain seperti endorfin justru bisa mengurangi frekuensi menguap.
Jika seseorang menguap, maka ada tahapan yang terjadi adalah:
Dimulai dengan mulut terbuka
Rahang bergerak ke bawah
Memaksimumkan udara yang mungkin dapat diambil ke dalam paru-paru
Menghirup udara
Otot-otot perut berkontraksi
Diafragma didorong ke bawah paru-paru
Terakhir beberapa udara ditiupkan kembali.
Beberapa studi menunjukkan manfaat dari menguap yaitu dapat menstabilkan tekanan di kedua sisi gendang telinga atau mirip dengan peregangan, melenturkan otot dan sendi pada tubuh serta meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung.
Menguap Lebih Mudah Menular di Antara Anggota Keluarga atau Teman, Ketimbang dengan Orang yang Tidak Dikenal.
Temuan terbaru mengungkapkan bahwa empati sosial mempunyai peran penting di sini. Para ilmuwan menemukan bahwa menular tidaknya menguap tergantung dari kuat tidaknya ikatan antara orang-orang yang berada di suatu tempat. Anggota keluarga adalah yang paling mungkin untuk memicu penularan menguap ini, diikuti oleh teman-teman, kemudian baru orang asing atau yang tidak dikenal.
Para peneliti dari Italia, seperti dikutip laman Huffington Post edisi 8 Desember 2011, menghabiskan waktu satu tahun untuk merekam menguapnya 109 orang dewasa--53 pria dan 56 wanita--dari seluruh dunia. Partisipan dibagi dalam kategori ‘triggers’ yang lebih dulu menguap serta ‘observers’ yang merespons dengan menguap.
Secara keseluruhan, ada 480 contoh di mana seseorang yang menguap bisa memicu orang lain di dekatnya untuk menguap dalam waktu tiga menit. Kesimpulan dari artikel yang ditulis di jurnal online Public Library Science ONE ini, menurut penulisnya Dr Ivan Norscia dan Dr Elisabeta Palagi dari University of Pisa, “Anggota keluarga adalah pemicu terbesar menguap, baik dari sisi terjadinya maupun dari frekuensi terjadinya.”
Post a Comment